Beyond Oligrachy: Policy Diffuse of Civil Service Reforms in a Decentralized Indonesia

IMG_0880
Jatuhnya rezim Soeharto membawa atmosfer baru dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Dalam ranah politik di Indonesia, para ahli mulai membangun kembali konstruksi demokrasi di Indonesia. Hal ini membawa para ahli di Indonesia untuk menerapkan teori Oligarki untuk menganalisa fenomena tersebut. Syamsuddin Haris, pengamat politik di LIPI misalnya, memperkenalkan istilah “Partai Politik Oligarki” pada tahun 2005. Pada saat itu, masyarakat Indonesia masih fokus terhadap dominasi elit politik meskipun paradigma tersebut masih dangkal dan sedikit ambigu karena tidak membicarakan tentang pembuatan keputusan dari partai politik yang seharusnya diserahkan dari kepemimpinan dari beberapa orang kepada prosedur representative. Istilah partai Oligarki juga digunakan oleh pengamat politik di Indonesia seperti Sukardi Rinakit, Arbi Sanit, J. Kristiadi and Yudi Latif. Dan sekarang Oligarki hanya menjadi jargon politik yang digunakan oleh para jurnalis Indonesia.
Pernyataan diatas disampaikan oleh peneliti dari Tsukuba University, Takuya Hasegawa, Ph.D dalam kuliah umum tentang Oligarki di Ruang Sidang Gedung Pascasarjana UMY lantai 4 pada Jum’at (11/12). “Sebenarnya oligarki adalah konsep kuno dan kita harus melawan argument-argumen ini, yang menekankan dominasi elit dan menawarkan perspektif baru untuk mendorong sebuah pemikiran kembali akan evaluasi demokrasi Indonesia dengan mengindikasi aspek yang berubah,” jelas Hasegawa.
Dari observasinya, Hasegawa menemukan bahwa aspek perubahan telah dipicu oleh pengenalan desentralisasi yang memungkinkan pemerintah daerah untuk membuat inovasi dalam produksi barang publik dan menyebarkan inovasi ini melalui mekanisme difusi kebijakan. Sebagai contoh, kebijakan pelayanan kesehatan gratis di tingkat kabupaten yang dimulai dari satu distrik disebarluaskan dengan cepat ke seluruh Indonesia. Takuya menekankan bahwa “Hal ini memang terjadi sesekali dan mungkin dianggap sepele, tetapi menurut saya, perubahan terjadi di beberapa pemerintah lokal,” tambah Hasegawa.
Senada dengan yang dikemukaan oleh Takuya, Direktur International Program of Government (IGOV) UMY, Eko Priyo Purnomo, MRes.,Ph.D. menyampaikan bahwa Oligarki merupakan pemerintahan yang dipimpin oleh minoritas. “Oligarki merupakan minoritas yang mengontrol mayoritas. Di Indonesia sendiri, konteks Oligarki men

https://s3pi.umy.ac.id/wp-content/uploads/2022/05/a-male-worker-puts-laminate-flooring-on-the-floor-9H6X32G.jpgti

Political Dynasty,” jelas Eko. “Contohnya saja dalam sistem partai politik di Indonesia akan dikuasai oleh elit politiknya yang akan menentukan arah kebijakan politik partainya, misalkan PDIP elit politiknya Megawati, PAN dipimpin oleh Amin Rais atau Gerindra oleh Prabowo yang memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan kebijakan – kebijakan politik partainya masing-masing,” terang Eko.
Menurut Eko, adanya praktik Oligarki di Indonesia karena para pembuat keputusan dari kalangan pemerintah memiliki kekuasaan, jaringan, dan keahlian. Sehingga kebijakan yang mereka buat akan sulit ditentang oleh elit-elit lain yang tidak memiliki faktor pendukung tersebut. “Adanya praktik oligarki di Indonesia karena terjadinya disfungsi demokrasi. Sehingga, oligarki yang kemudian mengendalikan birokrasi,” jelas Eko. Sedangkan birokrasi adalah aspek yang mengambil kendali strategis, menegakkan hukum dan mewakili kebutuhan negara.
Eko mengemukakan solusi untuk mengurangi praktik oligarki dengan cara mendorong pendidikan di kalangan sipil. Hal ini dikarenakan partai politik akan melakukan regenerasi dan dibutuhkan kandidat-kandidat dengan edukasi tinggi untuk dapat mengurangi praktik oligarki tersebut. “Solusi lainnya dengan cara mengubah sistem partai politik dan pemilu di Indonesia,” tutup Eko.

Facebook
Twitter
WhatsApp

Beasiswa BPI 2023 & LPDP-Kemenag RI masih dibuka!!!