Kiprah Majelis Muslim Papua (MPP) Era Otonomi Khusus

Pemaparan Musa Rumbaru dihadapan Tim Penguji
Keberadaan Majelis Muslim Papuas (MMP) memiliki peran yang cukup signifikan dalam kehiduapan sosial politik di Papua. Awal mulanya dibentuk sebagai wadah pertemuan kelompok muslim tetapi seiring berjalannya waktu berubah menjadi organisasi atau lembaga yang bergerak memperjuangkan kepentingan masyarakat muslim di Papua.
Sebagaimana disampaikan oleh Musa Rumbaru dalam Ujian Tertutup Disertasi yang diselenggarakan Program Studi Doktor Politik Islam-Ilmu Politik, Sabtu (26/1) di Ruang Study Hall Pascasarjana Lt. 1, Gedung Kasman Singodimedjo Kampus Terpadu UMY. Musa Rumbaru memaparkan disertasinya yang berjudul “Konstruksi Identitas Muslim Papua: Studi Terhadap Kiprah Majelis Muslim Papua di Era Otonomi Khusus” dihadapan Tim Penguji.
Musa menjelaskan pergeseran peran MMP dalam keterlibatan politik di tingkat daerah ternyata didorong oleh berbagai kepentingan baik di internal maupun eksternal. Di internal, MMP membutuhkan legitimasi sebagai organisasi yang menjadi ‘rumah bersama’ kelompok Muslim yang berasal dari berbagai latarbelakang. Sementara itu, pada dinamika politik Papua yang sangat dinamis, MMP dibutuhkan dalam rangka menjadi ‘jembatan’ antara kelompok Muslim dengan aktor lain seperti pemerintah daerah, partai politik, tokoh adat, tokoh agama, dan lain-lain sehingga nilai tawar Muslim semakin kuat.
Musa menambahkan bahwa secara kelembangaan, MMP dibutuhkan untuk mewakili Muslim dalam berbagai kepentingan dan kesempatan. Dalam banyak kesempatan, MMP tampil sebagai simbol kelompok Muslim, bahkan melakukan penolakan-penolakan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang dianggap diskriminatif. Keberadaan MMP di Papua berdampak pada konsepsi terhadap Muslim itu sendiri. Muslim yang diidentikkan dengan Indonesia, bagi banyak kalangan di Papua, berpotensi ‘mengganggu’ keberlangsungan kekuasaan orang-orang Papua. Sebelum Otonomi Khusus, memang mayoritas posisi strategis di pemerintahan di Papua diduduki oleh Muslim (bukan orang asli Papua). Muslim di satu sisi diasosiasikan dengan orang pendatang yang dianggap tidak memiliki ‘hak’ untuk menduduki posisi-posisi penting di Papua, khususnya di Jayapura. Hal ini dapat dilihat misalnya pada komposisi pejabat di lingkungan pemerintah kota Jayapura yang didominasi oleh Kristen Papua dan Kristen Pendatang.
Selain itu, Musa melihat kiprah politik MMP di masa mendatang masih didominasi oleh politik alokatif dan akomodatif. Muslim meskipun memiliki wadah yang solid seperti saat ini, namun masih harus terus berjuang untuk mewujudkan kepentingan-kepentingannya. Banyak pihak yang menjadi bagian MMP terlibat dalam politik praktis. Dengan demikian, di internal MMP pun beragam kepentingan, termasuk aspirasi politik. MMP dengan posisi strategis yang menjadi wadah kelompok Muslim akan menjadi kekuatan yang diperhitungkan dalam setiap perhelatan pesta demokrasi khususnya pilkada (Gubernur dan Bupati/Walikota). Secara kuantitas, Muslim khususnya di Jayapura sangat signifikan. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi nilai tawar MMP secara kelembagaan.
Hadir sebagai Tim Penguji diantaranya, Dr. Mega Hidayati., M.A (Ketua Sidang), Dr. Surwandono, M.Si (Promotor/Penguji I), Dr. Hasse J., M.A (Co-Promotor/Penguji II), Dr. phil. Ridho  Al-Hamdi, M.A (Co-Promotor/Penguji III), Prof. Dr. Irwan Abdullah (Penguji IV),dan  Dr. Zuly Qodir, M.Ag. (Penguji V)
Setelah mempertimbangkan jawaban atas pertanyaan dan keberatan Tim Penguji dalam Ujian Tertutup Disertasi, Tim Penguji memutuskan bahwa Musa Rumbaru dinyatakan LAYAK maju ke Ujian Promosi Doktor (Terbuka) dengan perbaikan. Musa Rumbaru diminta menyempurnakan disertasi sesuai saran, masukan, dan arahan dari Tim Penguji.
 

Facebook
Twitter
WhatsApp

Beasiswa BPI 2023 & LPDP-Kemenag RI masih dibuka!!!