Kata Pengamat Tata Negara dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Zuly Qodir .
Suara.com – Pelantikan Wakil Menteri (wamen) dalam Kabinet Indonesia Maju yang baru saja dilakukan dinilai hanya salah satu cara Joko Widodo atau Jokowi untuk bagi-bagi jatah jabatan untuk pendukungnya di Pemilu 2019. Politik akomodatif ini juga bagian dari rekonsiliasi setelah kontestasi pemilu April lalu.
Dengan demikian mereka bukan menjadi orang yang ditempelkan namanya di kabinet karena sudah membantu pemenangan Jokowi dalam Pilpres lalu. Namun mereka harus mampu melakukan pekerjaan sesuai visi misi Jokowi.
“Wamen harus kerja betul-betul sesuai visi misi Pak Jokowi yang diembankan ke para wakil menteri wakil menteri itu,” tandasnya.
Selain politik akomodatif, Zuly menilai tidak semua kementerian butuh wamen. Ada kementerian yang sebenarnya tidak butuh wamen tapi justru ditambahkan atau sebaliknya.
Misalnya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud). Di Kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim tersebut tidak ada wamen.
“Wakil memteri pendidikan kayaknya belum ada ya? Saya kok tidak melihat. Kalau kementerian agama malah ada. Kemenag dan Kemendikbud memang tidak ada urusannya dengan soal kapling. Kalau menag (biasanya) kaplingnya NU, Mendikbud kaplingnya Muhammadiyah. Memang tidak ada begitu, ini bagian dari yang berjalan begitu saja tapi kok ini menteri agama ada wakilnya,” tandasnya.
Zuly menambahkan, walaupun ada bagi-bagi kursi wamen, persentase profesional di posisi wamen cukup banyak. Karenanya tiap kementerian diharapkan mampu melakukan tugasnya secara maksimal.
“Saya kira Kalau dari segi persentasenya lebih banyak profesional, iru lebih baik lah biar tidak terlalu kementrian itu adalah orang partai politik bisa dari partai tapi memang betul betul mengerti apa yang akan dilakukan di dalam kementrian,” imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi