Merenungkan Indonesia ke Depan

Kadang atau sering manusia karena merasa sukses lupa diri, lalu berbuat sekehendaknya

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Dr Haedar Nashir
Sumber :

https://republika.co.id/berita/q3d3es282/merenungkan-indonesia-ke-depan


Apakah ada yang dapat memastikan hari esok? Bahwa kita pasti jaya atau sebaliknya terpuruk. Begitu pula nasib Indonesia ke depan seperti apa? Akankah meraih berkah karena para penghuninya sadar diri atau nestapa karena banyak yang angkuh kuasa.
Masa depan itu ibarat kematian, tiada yang tahu persis nasib manusia di dalamnya. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya: “… Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Luqman: 34).
Kata TS Iliot, masa depan ada di hari ini dan masa lalu. Betapa sering  rabun batas masa depan itu. Meski tiga fase waktu itu berada dalam satu kesatuan matarantai yang sama, sering manusia lalai dan terkecoh dibuatnya.
Hal terpenting dari ruang waktu yang selalu hadir bersama kita itu ialah kita mau berbuat apa hari ini dan di hari esok setelah melewati hari-hari berlalu yang sarat dinamika. Dinamika antara sukses dan gagal, baik dan buruk, berbuat benar atau salah, suka dan duka, serta segala warna khas dunia nan fana.
Kesadaran Al -Ashr
Menutup tahun lama dan memasuki tahun baru menuntut kesadaran tinggi dalam ruang waktu yang membumi. Kadang atau sering manusia karena merasa sukses lupa diri, lalu berbuat sekehendaknya. Sebaliknya karena ketidakberhasilan atas sesuatu merasa jatuh diri. Keduanya sering lupa bersyukur atas nikmat Allah yang telah memberi anugerah dalam hidup ini seperti sehat, usia, lebih-lebih nikmat iman.
Bagi kaum muslimun, menghadapi kehidupan dalam untaian waktu yang terus bersambung penting ada kesadaran “al-ashr” tentang hakikat hidup meruang dan mewaktu yang akan berujung kerugian jika tanpa iman, amal shaleh, dan saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Iman Syafii menyatakan cukuplah dengan Surah Al- Ashr untuk bekal kehidupan jika setiap insan mampu memikirkannya.
Kiai Ahmad Dahlan pendiri Muhammdiyah bahkan mengajarkan Surat Al-Ashr selama 6-8 bulan kepada para muridnya sampai paham hakikatnya dan mengamalkannya untuk pencerahan hidup. Boleh jadi banyak orang yang merasa sukses duniawi dalam rengkuhan kuasa  yang bisa melakukan apa saja tanpa dapat dicegah orang lain hatta jalan salah sekalipun karena merasa diri digdaya. Namun sesungguhnya mereka merugi karena keberhasilan dan kedigdayaanya kehilangan ruh iman, kesalihan, dan pencerahan diri sehingga menyusahkan sesama dan membawa keburukan dalam kehidupan bersama.
Karenanya kesadaran “al-ashr” dapat dijadikan energi ruhaniah bagi elite dan warga bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Jadikan kesadaran “al-ashr” sebagai ruhani pencerah diri setiap insan Indonesia apa pun posisi dan perannya. Yakni kesadaran tertinggi atas hakikat kehidupan yang dijalaninya dengan pijakan iman dan amal shaleh disertai kekuatan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran untuk hidup berindonesia yang benar, lurus, dan autentik sesuai yang diletakkan para pendiri bangsa.
Teologi Al-Ashr akan melahirkan insan waspada lahir dan batin untuk berbuat dalam kesadaran ruang-waktu yang membumi. Termasuk dalam berbuat yang terbaik dalam membawa Indonesia menjadi negwri gemah ripah lohjinawi yang terus mengaktual (ashariyah, modern) dalam segala lintasan zaman. Jangan lepaskan politik, ekonomi, pendidikan, infrastuktur, dan pembangunan Indonesia dari jiwa “al-ashr” sebagai kesadaran keindonesiaan yang profetik dan transformatif bagi masa depan Indonesia yang tercerahkan.
Selengkapnya:

https://republika.co.id/berita/q3d3es282/merenungkan-indonesia-ke-depan

Facebook
Twitter
WhatsApp

Beasiswa BPI 2023 & LPDP-Kemenag RI masih dibuka!!!