Sengketa Politik-Paradiplomasi antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Republik Indonesia dalam Pembentukan Lembaga Wali Nanggroe

Pemerintah Aceh mempertahankan keputusan politik-paradiplomasinya dengan membentuk  Lembaga Wali Nanggroe walau bertentangan dengan pemerintah Indonesia.
Sebagaimana diungkapkan oleh Takdi Ali Mukti dalam Seminar Hasil Penelitian Disertasi yang diadakan Program Studi Doktor Politik Islam-Ilmu Politik, Sabtu (26/1) di Ruang Sidang Prodi Politik Islam Lt. 1, Gedung Pascasarjana Kampus Terpadu UMY. Takdir memaparkan hasil penelitian disertasinya yang berjudul “Sengketa Politik-Paradiplomasi antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Republik Indonesia dalam Pembentukan Lembaga Wali Nanggroe” dihadapan tim penguji.
Takdir menjelaskan sikap pemerintah Aceh mempertahankan keputusan politik-paradiplomasinya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Norma Paradiplomasi dalam hubungan antar bangsa berpengaruh positif terhadap keputusan politik-paradiplomasi pemerintah aceh. Aktifitas paradiplomasi yang mandiri dan bermatabat itu dirumuskan dalam qanun tentang lembaga wali naggroe. Kedua, Dinamika politik dalam pemerintah aceh yang didominasi oleh para mantan aktifis GAM berpengaruh positif terhadap keputusan politik-paradiplomasi dalam Qonun untuk mengartikulasi karakter paradiplomasi yang lebih independent. Ketiga, Kondisi ekonomi masyarakat Aceh yang masih tertinggal/miskin dari mayoritas provinsi lain di Indonesia tidak berpengaruh terhadap keputusan politik-paradiplomasi dalam qonun.
Dia menambahakan masih eksisnya organisasi GAM di luar negeri beserta jaringan LSM internasional yang dimilikinya berpengaruh positif terhadap keputusan politik-paradiplomasi pemerintah Aceh dalam Qonun agar Wali Nanggroe memiliki peran yang otoritatif untuk berkiprah secara internasional.
Takdir melihat adanya faktor kontinuitas ideologi GAM di dalam Pemerintahan Aceh baik eksekutif maupun parlemen,  berpengaruh positif terhadap upaya mempertahankan keputusan politik-paradiplomasi yang bertentangan dengan pemerintah pusat dalam pembentukan Lembaga Wali Nanggroe sebagai cara untuk merealisasikan poin-poin dalam MOU Helsinki sesuai dengan cita-cita perjuangan GAM.
Hadir sebagai tim penguji di antaranya, Prof. Dr. Tulus Warsito, M.Si.,  Prof. Dr. Irwan Abdullah, Dr. Surwandono, M.Si, dan Dr. Zuly Qodir, M.Ag. Seminar bersifat terbuka dan disaksikan mahasiswa politik islam-ilmu politik.
Penguji memberikan pertanyaan, saran maupun kritik terhadap materi teknis, metodologi dan substansi dari hasil penelitian disertasi yang telah dipaparkan. Takdir Ali Mukti diminta untuk melakukan revisi terhadap hasil penelitian disertasinya

Facebook
Twitter
WhatsApp

Beasiswa BPI 2023 & LPDP-Kemenag RI masih dibuka!!!