Stadium Generale “Education as the Cornerstone of Mass Islamic Movements in Indonesia: History, Comparisons, and Consequences”.

Program Studi Doktor Politik Islam-Ilmu Politik menggelar Stadium Generale bertajuk “Education as the Cornerstone of Mass Islamic Movements in Indonesia: History, Comparisons, and Consequences”, Senin (16/9) di Ruang Sidang Direktur Pascasarjana Kampus Terpadu UMY. Kegiatan ini menghadirkan narasumber, Kevin W. Fogg, Ph.D peneliti dari University of Oxford Inggris.
Kevin menerangkan bahwa organisasi Massa Islam di Indonesia memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan negara-negara lain. Organisasi Islam di Indonesia memiliki ciri khas dengan etnis tertentu, letak geografis dan keterkaitan dengan politik. Bahkan, ormas Islam di Indonesia memiliki peran cukup besar dalam pembangunan negara.
Menurut Kevin, ada empat faktor yang menjadi penyebab uniknya karakteristik Ormas Islam di Indonesia. Pertama, Ormas Islam di Indonesia secara keorganisasian memiliki bentuk serta cakupan yang besar sekaligus sifat gerakan yang komprehensif dan influential. Hal tersebut bisa dilihat khususnya dari dua ormas besar utama seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama melalui amal usaha di bidang pendidikan hingga kesehatan. “Muhammadiyah menurut saya lebih komprehensif dari ormas Islam Indonesia yang lainnya. Bagaimana Muhammadiyah dengan amal usahanya mampu  membiayai berbagai gerakan sosial yang dibutuhkan  oleh masyarakat, from birth till burial,” tegasnya.
Faktor kedua adalah bentuk yang modern. Dalam konteks ini, Kevin menegaskan bahwa ‘modern’ yang dimaksudkan adalah ditinjau dari bentuk keorganisasian. Seperti halnya Muhammadiyah yang terdiri dari Pimpinan Pusat hingga Ranting, juga kepemimpinan yang berbasis pemilihan atau formal electoral process. Walaupun, ada beberapa organisasi Islam di Indonesia yang masih dianggap tradisionalis dalam hal pemilihan pemimpin karena masih berbasis keturunan atau trah seperti Jamiatul Khairat, NU, dan Nahdhatul Wathan. “200 tahun yang lalu, organisasi mana yang mempunya posisi formal struktural seperti yang ada di Indonesia saat ini? Organisasi Gulen di Turki, mereka modern karena mereka punya media, punya lembaga pendidikan dan lain-lain. Tapi kepemimpinan masih dipegang oleh satu tokoh atau kepemimpinan kharismatik. Muhammadiyah kita tahu sudah memakai kepemimpinan yang rasional dan menurut saya ini sangat modern.” jelasnya.
Yang ketiga, dalam aspek eksternal, Organisasi Islam di Indonesia cenderung terpisah dari pemerintah. Walaupun, mereka tetap mengikuti hukum pemerintah, namun mereka mendapatkan kebebasan dalam melakukan aktivitasnya. Berbeda dengan ormas Islam di negara lain yang diatur sangat ketat oleh pemerintah sehingga tidak memiliki kebebasan mengutarakan gagasan-gagasannya. “Contohnya, di Malaysia, Brunei, Kuwait, Oman, Iran, Qatar dan Saudi. Keterkaitan mereka dengan pemerintah sangat kuat salah satunya dalam hal funding. Inilah salah satu yang membuat mereka tidak bebas. Dari pembangunan masjid hingga pendidikan disponsori oleh pemerintah,” tutur Kevin.
Faktor terakhir adalah, bahwa Organisasi Islam Indonesia pun cenderung tidak melakukan perlawanan terhadap pemerintah ataupun sebaliknya. Menurutnya, organisasi Islam Indonesia mampu mendukung ideologi negara dan juga melakukan berbagai kolaborasi dengan pemerintah dalam hal pembangunan negara. “Pemerintah Indonesia tidak merasa terancm dengan keberadaan ormas Islam ataupun sebaliknya. Keduanya saling berkolaborasi. Di Turki, pemerintahan partai AKP berseberangan dengan ormas Islam contohnya gerakan Gulen karena takut akan keberadaan alternative power selain pemerintah,” ungkapnya.
Kevin juga meneliti 3 organsisasi Islam Indonesia di luar jawa yang sudah ada sejak zaman kolonial belanda yakni Jamiatul Wasliyah, Nahdatul Wathan dan Al-Khairaat. Menurutnya, perkembangan ketiga organisasi tersebut melalui 2 tahapan utama. Tahap pertama adalah tahap untuk penyebaran dan meningkatkan pengaruh dengan membangun lembaga berbasis pendidikan dari nonformal, informal, kemudian menjadi sekolah formal. Tahap kedua adalah melakukan konsolidasi jaringan dan membuat standar terhadap hasil pendidikan. “Umumnya organisasi Islam yang besar di daerah-daerah di Indonesia, awal terbentuknya menjadikan gerakan pendidikan sebagai fondasi pertama dan utama (cornerstone). Mereka membentuk atau mendirikan sekolah di berbagai pelosok daerah, dari sekolah-sekolah itulah kemudian menjadi satu organisasi yang besar,” pungkasnya. (Evan)

Facebook
Twitter
WhatsApp

Beasiswa BPI 2023 & LPDP-Kemenag RI masih dibuka!!!