Pandemi Covid-19 dan Isu Kesehatan Global

Penulis: Yeyen Subandi, Mahasiswa Program Doktor Politik Islam-Ilmu Politik UMY
Isu kesehatan global bukan merupakan hal yang baru, semenjak di deklarasikannya Foreign Policy & Global Health (FPGH) pada tahun 2007 di Oslo, Norwegia. FPGH yang diprakarsai oleh 7 (tujuh) negara: Indonesia, Thailand, Norwegia, Prancis, Brazil, Aprika Selatan, dan Sinegal melalui menteri luar negeri dengan tujuan untuk mensinergikan antara kebijakan politik luar negeri suatu negara dengan kebijakan isu kesehatan tingkat global atau pun nasional, yang disebabkan karena rentannya pada kondisi kesehatan manusia dalam suatu negara dengan negara lain. Deklarasi Oslo sudah menemui kesepakatan untuk memasukan aspek kesehatan dalam pembahasan dan juga keputusan politik luar negeri, membangun kerjasama dalam penanganan global health security.
Apa yang sedang terjadi dan dialami oleh oleh dunia saat ini yaitu covid-19 merupakan penyakit sebab dari coronavirus dalam penularannya, virus tersebut menjadi ancaman global, melihat pandemi tidak melihat batas-batas negara yang dikarenakan dari pergerakan manusia. Kalau melihat dan merujuk pada FPGH seharusnya dunia sudah mempersiapkan untuk penanganannya, apalagi negara yang memprakarsai termasuk Indonesia.
Isu kesehatan penting dibahas, karena isu tersebut merupakan pengadopsian sebagai bagian dari lensa politik luar negeri suatu negara, hal di pengaruhi oleh faktor berikut:

  • Kesehatan adalah Hak Asasi Manusia (HAM), perihal tersebut sangat menentukan bagi stabilitas pembangunan nasional, dan
  • Meningkatnya kerentanan yang bersifat umum (common vulnerability) bagi negara-negara terhadap resiko kesehatan masyarakat dan juga melihat ancaman yang ada, dimana pergerakan manusia, hewan, tumbuhan, dan perubahan iklim berlangsung makin kerap, cepat dan juga lintas batas (trans-boundary).

Resiko bersama yang dialami tidak mungkin bisa di tangani sendiri, perlu adanya kerjasama internasional dalam upaya mengatasinya. Selain itu juga kerjasama ditingkat lokal dalam suatu pemerintahan sangat diperlukan dan dibutuhkan.
Suatu negara tidak juga harus egois dan juga bimbang dengan penerapan kebijakannya dalam penanganan covid-19, sebagai contoh kebimbangan dalam menentukan kebijakan apakah dibutuhkan lockdown atau tidak. Selain itu sudah seharusnya dalam penanganannya praktik diplomasi kesehatan dan juga kerjasama internasional suatu negara sangat diperlukan dalam menuntaskan dan memutus mata rantai penularan coronavirus.
Isu kesehatan global tidak bisa dipisahkan oleh kepentingan negara dan juga politik suatu negara. Berbicara negeri kita yang tercinta ini, perihal kesehatan merupakan bagian dari salah satu pilar politik luar negeri Indonesia. Oleh sebab itu sudah seharusnya negara bergerak secara cepat dan transparan dalam memutus mata rantai penularan coronavirus dalam penyakit covid-19 yang menjadi sebuah bencana kesehatan.
Berbicara isu kesehatan global, karena kesehatan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia dan sangat menentukan bagi stabilitas pembangunan nasional yang pada saat ini dialami oleh dunia termasuk Indonesia.. Menurut data yang sudah dikumpulkan  oleh Johns Hopkins University, ada lebih dari 1,9 juta orang yang terinveksi coronavirus. Sementara kematian secara global di seluruh dunia setiap harinya bertambah, dan akan terus bertambah mengingat virus tersebut penularannya yang cepat.
Menurut laporan Aljazeera bahwasannya paling tidak ada 185 negara yang terinfeksi coronavirus. Selain itu sampai saat ini penulis menuliskan ada 16 negara yang belum ada kasus coronavirus, yaitu negara: Comoros, Kiribati, Lesotho, Marshall Islands, Micronesia, Nauru, Korea Utara, Palau, Samoa, Sao Tome and Principe, Solomon Islands, Tajikistan, Tonga, Tuvalu, Turkmenistan, dan Vanuatu, dan perihal tersebut menjadi pertanyaan kenapa belum ada kasus covid-19?
Dalam menyikapi covid-19 yang penularannya melalui coronavirus, kita akan melihat dari konsep Human Security atau keamanan manusia. Apakah negara gagal dalam memenuhi keamanan manusia atau sedikit terlambat untuk rakyatnya dengan kebijakan yang kurang strategis dan tidak cepat?
Keamanan manusia kedepannya harus lebih diperhatikan dan juga menjadi prioritas bagi negara bangsa. Berbicara konsep keamanan manusia bisa kita merujuk atau mengacu pada konsep keamanan manusia menurut United Nations Development Programme (UNDP) atau Program Pembangunan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Menurut UNDP ada 7 (tujuh) komponen penting, dan harus diperhatikan dan dipenuhi oleh negara, yaitu:

  • Bebas dari kemiskinan dan jaminan pemenuhan kebutuhan hidup.
  • Akses terhadap kebutuhan pangan.
  • Kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan juga adanya proteksi dari penyakit.
  • Proteksi dari polusi udara dan pencemaran lingkungan.
  • Keselamatan fisik dari ancaman yang diakibatkan perang, kekerasan domestik, kriminalitas, penggunaan obat-obatan terlarang, dan juga kecelakaan lalu lintas.
  • Kelestarian identitas kultural dan tradisi budaya, dan
  • Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga kebebasan dari tekanan politik.

Konsep keamanan manusia sangat penting untuk dipenuhi oleh negara, baik negara maju atau pun negara berkembang, baik negara sosialis, komunis atau pun kapitalis. Kemampuan negara sosialis dan komunis dalam menangani covid-19 sudah bisa dilihat, begitu pula dengan sisi kemanusiaan yang dibangun dan yang diciptakan oleh mereka (baca: negara sosialis dan komunis) dalam pemenuhan kesehatan untuk rakyatnya sudah terbukti. Sebagai contoh dari keberhasilan sementara dari negara Vietnam dalam memutus mata rantai penularan coronavirus, dan juga negara Cuba yang tenaga medisnya dikirim untuk membantu negara maju di Eropa.
Dari konsep keamanan manusia sudah seharusnya negara untuk bisa memenuhi dari poin-poin yang sudah dituliskan diatas, misalnya pemenuhan terhadap pelayanan kesehatan dan proteksi dari penyakit covid-19, pemenuhan kebutuhan hidup, pemenuhan kebutuhan pangan, dan juga perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Selain berbicara keamanan manusia sudah seharusnya negara-negara termasuk Indonesia dampak dari pandemi covid-19 untuk mengimplementasi konvenan internasional dan juga harus dipenuhi, karena sudah meratifikasi, yaitu konvenan ICESCR (International Convenant on Economic, Social, Cultural Rights) atau konvenan internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya sebuah perjanjian multilateral yang diterapkan oleh PBB pada tanggal 16 Desember 1966. Karena dampak yang terjadi akibat covid-19 bisa dilihat dari dampak ekonomi, sosial, dan budaya.
Negara yang sudah meratifikasi sudah seharusnya memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyatnya, dan hak-hak tersebut sudah seharusnya dijamin oleh negara. Sebagai contoh yang harus dijamin adalah hak kesehatan, hak pendidikan, hak buruh, karena dampaknya banyak buruh yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), dan juga hak atas standar kehidupan yang layak atas dampak dari pandemi covid-19. Indonesia sudah mengesahkan konvenan ICESCR pada tahun 2005 melalui Undang Undang (UU) No. 11. Dengan itu tidak ada alasan negara untuk tidak mengimplementasikan dan tidak memenuhi poin-poin yang ada dalam konvenan dan UU.
Dampak yang terjadi selain diatas yaitu adanya diskriminasi dan juga stigma terhadap siapapun yang positif covid-19 tanpa harus melihat status sosial. Dan juga, sudah seharusnya negara untuk bersama-sama tanpa melihat status, ekonomi, sosial, dan politik untuk bisa mengedukasi masyarakat untuk tujuan tidak adanya stigma dan diskriminasi terhadap korban pandemi covid-19. Kita semua berharap pandemi covid-19 segera berakhir, dan negara bisa dengan cepat memutus mata rantai penularan coronavirus melalui kerjasama yang masif secara bilateral, regional, dan multilateral.
 

Facebook
Twitter
WhatsApp

Beasiswa BPI 2023 & LPDP-Kemenag RI masih dibuka!!!