Radikalisme dan Gerakan Islam Non Mainstream dan Kebangkitan Islam Politik di Indonesia

IMG_0963
Isu Islam Radikal saat ini tengah marak diperbincangkan oleh publik. Terutama dengan adanya kasus pengeboman di Paris dan Penembakan di California yang dikait-kaitkan dengan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Prof. Dr. Bilveer Singh dalam Seminar dan Launching buku ‘Radikalisme dan Gerakan Islam non Mainstream dan Kebangkitan Islam Politik di Indonesia’ mengungkapkan bahwa kemunculan Islam Radikal sudah lama dan tidak akan hilang bahkan sampai nanti.
Pada seminar yang berlangsung di Ruang Sidang Gedung Pascasarjana UMY lantai 4 pada Rabu (16/12) Prof. Bilveer menjelaskan saat ini banyak kekerasan terjadi dengan mengtasnamakan dan melibatkan agama Islam. Sehingga makin banyak pula isu yang mengatakan Islam sebagai musuh. “Tahun 2015 banyak terjadi pembantaian yang dilakukan kepada Islam maupun oleh Islam. Sehingga Islam diancam dengan banyak isu seperti isu keamanan dan kebencian terhadap Islam,” Ungkap Prof. Bilveer. Selain itu, ia menjelaskan, pembantaian terhadap Islam juga akan semakin merambah. Seperti contohnya di Syria dan Yaman.
Isu yang mengancam Islam lainnya ialah adanya kelompok-kelompok pengganas Islam seperti Al Qaidah, Jama’ah Islamiyah dan ISIS. “Di Indonesia sendiri sudah ada Katibah Nusantara yang merupakan kaki tangan IS yang dikepalai oleh orang Indonesia. Ini fakta,” tegas Dosen National University of Singapore tersebut. Bahkan Katibah Nusantara sudah mengirimkan banyak anggotanya untuk berperang di negara-negara konflik seperti Afghanistan.
Terkait bukunya yang membahas tentang Islam Non Mainstream, Prof. Bilveer memberikan contoh Islam Uighur dari Xinjiang juga merupakan bentuk dari ancaman Islam Non Mainstream. “Kebijakan pemerintah China menekankan kelompok ini. Sehingga Muslim Uighur merasa di kulturisme-kan dan dikorbankan oleh komunis. Sehingga hal ini mendorong mereka untuk membangun negara Islam,” jelas Prof. Bilveer. Islam Uighur juga merupakan kelompok yang mendukung ISIS. Ia menambahkan sebanyak 3000 muslim Uighur merupakan pejuang yang ada di ISIS.
“Masuknya Uighur ke ISIS melalui dua jalur. Pertama dari Xinjiang melalui Asia Tengah ke Turki lalu Syiria. Jalur kedua dari Xinjiang ke Yunan-Myanmar-India-Pakistan-Iran dan Iraq,” ungkap Prof. Bilveer. Selain itu yang perlu dikhawatirkan adalah kelompok Islam Uighur sudah mulai memasuki negara-negara di Asia Tenggara. Ia menuturkan ada ribuan pengungsi asal Uighur di Malaysia. “Selain itu, mereka juga ada di Poso, Sulawesi. Mereka masuk ke negara-negara di Asia Tenggara dengan menggunakan paspor palsu,” jelasnya.
Prof. Bilveer menjelaskan dalam buku ‘Radikalisme dan Gerakan Islam non Mainstream dan Kebangkitan Islam Politik di Indonesia’ yang ia dan Dr. Zuly Qodir (Dosen UMY) tulis tidak sepenuhnya membahas tuntas permasalahan terkait Islam Radikal. Namun ia berharap buku tersebut akan membuka wawasan yang menghasilkan diskusi-diskusi terkait Islam radikal.
Dr. Zuly Qodir juga menambahkan bahwa radikal itu sebenarnya ada dua macam. Radikal positif dan negatif. “Radikal positif adalah mengikuti apa yang telah diajarkan, menghindari dan menolak apa yang dilarang dalam ajaran. Dan menjalani semua yang tertulis dalam kitab. Radikal positif masih tidak apa-apa. Yang bahaya adalah radikal negatif,” jelasnya. Dr. Zuly Qodir menuturkan bahwa menurutnya Radikal Negatif memiliki pandangan apa yang seseorang pelajari merupakan ajaran yang paling benar. Dan jika ada yang melakukan tidak sesuai dengan yang ia pelajari maka orang tersebut dianggap salah. Bahkan pada tahapan harus dimusnahkan dan dikategorikan sebagai kafir. (Deansa)

Facebook
Twitter
WhatsApp

Beasiswa BPI 2023 & LPDP-Kemenag RI masih dibuka!!!