Pemburu Kekuasaan dan Kerakusan

Perilaku para pemburu kekuasaan yang rakus tidak pernah hilang di negeri ini. Bak musang berbulu domba, mereka tuna-nurani dan tuna-etika, menggunakan segala cara untuk mencapai keinginannya.

Telah lama kekuasaan diperebutkan. Bahkan, demi kekuasaan, orang rela mati menumpahkan darah sahabat-sahabatnya. Mereka berebut tidak kenal waktu, siang maupun malam bagaikan seekor musang. Daoed Joesoef, Menteri Pendidikan era Orde Baru, pernah berujar pada 2014, ”Malam masih menyelimuti kita. Namun, musang berbulu ayam sudah berkeliaran.”

Ini kiasan yang sangat dalam bagi para pengejar dan pemuja kekuasaan. Mereka telah bergerak merangsek mengatur segala strategi untuk merebutnya, ketika orang lain masih terlelap dalam mimpi. Kebiasaan seperti itu oleh Menteri Daoed Joesoef dikatakan sebagai tabiat para pengejar kuasa, tampaknya lembut namun beringas, sebab khawatir tidak mendapatkan posisi yang diinginkan sejak semula. Namun, pada komunikasi publik, menampakkan dirinya seakan tidak akan merebut kekuasaan tersebut. Tampak alim, santun, sopan, dan merendah. Seakan-akan hendak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mendapatkan kesempatan atau melanjutkan apa yang telah diukirnya.

Tetapi itulah, para pemburu kekuasaan tidak akan berhenti bergerak dengan berbagai rencana (busuk sekalipun). Membunuh sahabat, kawan

https://s3pi.umy.ac.id/wp-content/uploads/2022/05/a-male-worker-puts-laminate-flooring-on-the-floor-9H6X32G.jpgt,

bahkan sanak saudara pun tidak segan dilakukan. Yang terpenting, hasratnya tercapai dengan segala upaya. Namun, sekali lagi, publik tidak mampu membacanya karena dilakukan dengan cara-cara yang tampak simpati, lembut, serta memberikan simpati pada mereka yang diajak bicara. Selengkapnya:

https://www.kompas.id/baca/opini/2021/06/27/pemburu-kekuasaan-dan-kerakusan

Penulis
Dr. Zuly Qodir
Ketua Program Doktor Politik Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Facebook
Twitter
WhatsApp

Beasiswa BPI 2023 & LPDP-Kemenag RI masih dibuka!!!