Kebijakan Elit Lokal Desa dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Ringan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Kholid Zulfa (kanan) memaparkan disertasinya di hadapan tim penguji

Kasus-kasus tindak pidana ringan yang terjadi di desa-desa di Yogyakarta, pelakunya tidak selalu dibawa atau diserahkan ke aparat berwajib, pada umumnya diselesaikan secara damai-kekeluargaan oleh elite lokal desa yang berdomisili ter

https://s3pi.umy.ac.id/wp-content/uploads/2022/05/a-male-worker-puts-laminate-flooring-on-the-floor-9H6X32G.jpgt

dengan tempat kejadian perkara (TKP), dan atau elit lokal desa.

Sebagaimana disampaikan Kholid Zulfa saat Ujian Tertutup Disertasi yang digelar Program Doktor Politik Islam-Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis (11/6) di Ruang Sidang Direktur Pascasarjana Kampus Terpadu UMY. Kholid Zulfa memaparkan disertasinya berjudul “Kebijakan Elit Lokal Desa dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Ringan di Daerah Istimewa Yogyakarta” di hadapan penguji. Hadir tim penguji antara lain, Prof. Dr. Kamsi, M.A., Dr. Trisno Rahajo, M.Hum., Dr. Yeni Widowati, M.Hum., Dr. Surwandono, M.Si., Dr. Ulung Pribadi, M.Si., Dr. Zuly Qodir, M.Ag., dan Dr. Hasse J., M.A (ketua sidang).

Kholid menjelaskan Elite lokal desa di D.I.Yogyakarta memahami bahwa sesuai dengan asas legalitas, kasus-kasus tindak pidana ringan (lich misdriven) yang terjadi adalah perbuatan pidana yang melanggar hukum dan ketentuan perundangan, sehingga bila pelakunya ketahuan atau tertangkap, maka layak ditindak dan diproses secara hukum oleh aparat berwajib, untuk dikenakan  sanksi sebagai konsekuensi atas perbuatannya.

Namun menyadari bila penyelesaian kasus tindak pidana ringan secara litigatif akan memakan banyak waktu, tenaga dan biaya, yang akan menambah kesulitan dan beban hidup bagi yang terkena, yang sebagian besar mereka adalah “wong cilik” (the have`s not) -, sehingga bertolak belakang dengan rasa keadilan. Oleh karena itu elite lokal desa memahami dengan ethics of care-nya berusaha menyelesaikan kasus-kasus yang menimpa warganya melalui mekanisme damai-kekeluargaan

Dia melihat kebijakan elite lokal desa, dalam mengupayakan penyelesaian kasus-kasus tindak pidana ringan secara damai-kekeluargaan (dekriminalisasi) adalah untuk menggapai kemaslahatan yang lebih besar sebagai ethics of care dan social consiousness (syafaqah atau roso welas) terhadap warganya, agar terhindarkan dari kesulitan (masyaqqoh) dan agar tetap terpeliharanya kerukunan, kedamaian dan ketenteraman hidup diantara sesama warganya, sekaligus juga meminimalisir dampak, karena pihak-pihak yang terlibat kasus tersebut, umumnya adalah warga masyarakat sendiri yang masih: saling mengenal, saling bertetangga baik, dan banyak yang masih saling terhubung dalam ikatan kekerabatan.

Semangat mengupayakan penyelesaian kasus-kasus tindak pidana ringan secara damai-kekeluargaan (dekriminalisasi) juga didorong oleh nilai-nilai kearifan lokal yang membingkai pola sikap elite lokal desa yang terekam dalam butir butir hikmah seperti, ana rembug di rembug, menang tanpo ngasorake, rugi sathak bathi sanak, rukun agawe santoso, atau ngalah dhuwur wekasane, gawe becik marang liyan” (berbuat baik kepada orang lain) dan lain sebagainya.

 

Facebook
Twitter
WhatsApp

Beasiswa BPI 2023 & LPDP-Kemenag RI masih dibuka!!!